‘… Should not the shepherds feed the sheep ?’ (Ezekiel 34:2)
Menjadi realita masa kini di ladang pelayanan bahwa terdapat berbagai macam arus yang kuat, yang menarik para hamba Tuhan dalam kecenderungan tertentu sehingga menjadikan pelayanan mereka bersifat fragmentaris. Kecenderungan dapat dijabarkan sebagai bentuk pelayanan yang hanya berpusat pada organisasi dan administrasi gereja, leadership, konsultasi psikologis, pelayanan sosial, pelayanan music performance, atau hanya mementingkan khotbah saja. Tidak dapat disangkal bahwa semua bentuk pelayanan adalah penting, tetapi kesemuanya itu seharusnya berlandaskan, dibentuk, diselaraskan, diseimbangkan dan disatukan dengan fokus utama yang adalah spiritual formation, karena menjadi hamba Tuhan bukanlah sekedar mempraktekkan berbagai disiplin ilmu yang didapat dari sekolah teologia ataupun praktek pembelajaran dalam pelayanan tertentu. Pertumbuhan dan pembentukan spiritualitas bukanlah dipandang dalam arti yang sempit menjalankan ritual-ritual tertentu keagamaan Kristen, tetapi sebagai holistic concept, bersifat menyeluruh, spiritualitas yang mempengaruhi pikiran, pandangan, kehidupan, visi dan pelayanan seorang hamba Tuhan sepanjang hidupnya.
I. The Calling Constitutes the Ministry
1. The Pastor’s Calling : a Divine Calling
Spiritual formation dimulai dengan menyadari panggilannya sebagai seorang hamba Tuhan atau gembala sebagai panggilan yang khusus. Meskipun setelah reformasi semua orang percaya dipanggil untuk melayani (the priesthood of all believers), dengan disebutkan sebuah istilah ‘edoke’ (give ) bahwa Tuhan Yesus memanggil orang percaya sebagai pengerja-pengerjaNya yang dilengkapi dengan berbagai karunia dan memberikan mereka untuk pelayanan membangun gerejaNya (Ef. 4:11). Namun panggilan untuk menjadi seorang gembala (pendeta) adalah sebuah panggilan yang berbeda, khusus, ‘exelexamen’, chosen (Yoh. 15:16; Kis. 9:15, 20:28).[1] Jelas bahwa jabatan seorang gembala adalah suatu pilihan yang dibuat oleh Tuhan Yesus dan diteguhkan oleh Roh Kudus. Dapat dipertegas bahwa bukanlah ‘kebutuhan dengan segala implikasinya yang menentukan panggilan atau jabatan kependetaan’ tetapi sebuah panggilan dari Allah yang ilahi, itulah yang menentukan pelayanan. Core atau inti pelayanan seorang hamba Tuhan adalah hati yang dekat dan taat kepada Tuhan. (‘At the heart of ministry is a heart close to God’ - Maxie Dunnam)
2. The Pastor’s Office : a Vocation
Jabatan seorang gembala atau pendeta bukan hanya ‘mata pencaharian atau job ’(a regular activity performed in exchange for payment ), bukan pula ‘karir atau career ‘ (a profession or occupation which one trains for and pursues as a life work ) ; tetapi ‘a vocation ’ (a call, a summons or an impulsion to perform a certain function or a certain career, especially a religious one ). Hal ini berhubungan dengan
· Hidup seorang gembala adalah ‘divinely ordained and significant ‘ artinya seorang gembala dipilih secara khusus dan diteguhkan oleh Allah, sehingga seharusnya memiliki perjalanan hidup yang bermakna yakni menjadikan dunia menjadi lebih baik.
· Banyak hal yang dapat dikerjakan oleh seorang gembala, bukan hanya satu hal saja (misalnya hanya berkhotbah), dan semuanya memiliki wonderful purpose.
· Dimanapun seorang gembala berada, dengan vokasinya ia dapat melakukan kehendak Allah untuk memuliakan Allah.
· Bila seorang gembala sudah sadar melakukan ketiga poin di atas, bila terjadi hal terburuk dalam pelayanannya, ternyata tantangan tersebut dapat menjadi semacam God’s training untuk melakukan yang lebih banyak lagi.
· Seorang gembala dipanggil untuk berjalan dengan iman, bukan dengan penglihatan.
3. The Pastor’s Ministry : a Spiritual Direction
Spiritual direction sebagai pelayanan seorang gembala dapat dijelaskan sebagai proses dinamis di mana ia membantu orang lain atau sekelompok orang untuk memperhatikan kehadiran karya Roh Allah di dalam kehidupan mereka dan untuk merawat perjalanan spiritual mereka. Eugene Peterson mengingatkan bahwa secara historis, seorang pendeta dilihat sebagai ‘dokter rohani’, dengan demikian spiritual direction adalah selalu menjadi satu dimensi utama dari pelayanan pendeta. Dengan kata lain tanggung jawab seorang pendeta adalah memelihara jemaatnya untuk hidup selalu dan semakin berpusat pada Allah. Spiritual direction adalah sarana untuk mengintegrasikan kehidupan seseorang dalam hubungannya dengan Allah dan kehidupan doanya, serta membimbing mereka menyatukan pikiran dan hati agar menjalani kehidupan beriman yang suci dan seimbang. Bagaimanapun juga kultur kontemporer kita sudah bertendensi menekankan pada penjelasan dan stimulasi berlebihan pada panca indera lebih daripada pengalaman dan ketenangan bersama Tuhan, lebih menekankan pada pragmatisme daripada kehadiran Allah, keadaan sedemikian menyebabkan terjadinya ketandusan dan kelaparan rohani.